Jakarta, Koranpelita.com
Plt. Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar salah satu bentuk perlindungan negara memastikan kebijakan mampu mengakomodasi kebutuhan dan hak anak disabilitas.
“Bentuk perlindungannya tentu membuat kebijakan dan regulasi termasuk peraturan perundang-udangan. Setelah regulasi tentang anak penyandang disabilitas dibuat lalu kemudian regulasi pelaksanaan kebijakannya yang kami lakukan, termasuk memastikan upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan khususnya dapat dilaksanakan,” ujar Nahar dalam Dialog Interaktif Bintang Harapan, di Kandank Jurank Doank, Ciputat (30/11).
Nahar mengakui jika pandangan masyarakat terhadap disabilitas masih belum setara dan perlu upaya lebih untuk menjadikan Indonesia ramah terhadap disabilitas. Meski demikian, Kemen PPPA bersama Kementerian/Lembaga terus bersinergi dan mengajak seluruh masyarakat mengupayakan inklusifitas.
Dipandu Dik Doank, kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka Hari Penyandang Disabilitas Internasional tersebut menghadirkan berbagai pembicara diantaranya Staf Khusus Presiden Bidang Sosial, Angky Yudistia. Angkie menceritakaan kebanggannya menjadi seorang disabilitas perempuan pertama yang menjadi Staf Khusus Presiden Republik Indonesia. Menurutnya, salah satu kunci bisa berdaya dan menghilangkan rasa minder diri sebagai seorang disabilitas adalah dengan berpendidikan.
“Cita-cita saya adalah menjadi disabilitas yang mandiri berkarya dan bermanfaat. Tapi memang saya akui itu susah karena saya paham banget kita sering kali mengalami diskriminasi, ada batas-batas yang harus kita tembus. Tapi saya mencoba untuk bisa mandiri dengan pendidikan, supaya kita tidak merasa minder,” ujar Angkie.
Menurut Angkie, disabilitas itu mampu hanya saja keadaannya belum aksesible bagi disabilitas. Oleh karenanya sebagai negara hukum, Indonesia diharapakan membuat payung hukum untuk memfasilitasi keterbukaan akses bagi disabilitas termasuk anak. Angkie pun menyampaikan jika selama satu tahun dia bertugas dengan berkoordinasi lintas K/L termasuk Kemen PPPA, Pemerintah Indonesia telah melahirkan 6 Peraturan Pemerintah dan 2 Peraturan Presiden terkait disabilitas.
Sepakat dengan pernyataan Angkie, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Bahrul Fuad juga mengakui pendidikan menjadi salah satu penopang utama anak disabilitas dapat bersaing. Bahrul mengingatkan para orang tua agar memberikan dukungan bagi anak disabilitas khususnya dari sisi pendidikan.
“Saya berharap kepada orangtua yang memilki anak disabilitas, mohon anak-anaknya bisa diberi akses untuk pendidikan karena negara sudah membuka jalan tinggal kita sebagai orang tua mendukung dengan memberikan pendidikan sebaik-baiknya. Jangan disembunyikan di rumah, cintai anak kita sebagai makhluk Ciptaan-Nya. Didik anak-anak kita dengan baik” tegas Bahrul.
Surya Sahetapy juga sependapat, menurutnya orang tua tidak perlu malu dengan kondisi anaknya yang disabilitas sebaliknya harus dikenal agar masyarakat mehamami sehingga mendukung Indonesia ramah terhadap disabilitas.
“Saya berharap ke depan Indonesia bisa ramah terhadap disabilitas. Orangtua punya anak disabilitas nggak usah malu, sebab disabilitas itu perlu dikenal. (Saya berharap) Di Indonesia punya pusat disabilitas sebagai pusat informasi bagi disabilitas supaya bisa menginformasikan kebutuhan disabilitas, seperti infomasi sekolah, pendidikan dan sebagainya. Supaya kita (disabilitas) nyaman tinggal di Indonesia dan yang paling penting juga adalah kerja sama pemerintah dan kita semua harus saling membantu,” tutur Surya Sahetapy menggunakan bahasa isyarat. (D)