Magelang, Koranpelita.com
Bidan berperan penting dalam penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonsia (SDKI) tahun 1990, ada 390 perempuan meninggal dunia setiap 100.000 kelahiran di Indonesia. Angka tersebut turun perlahan hingga 305 pada 2015.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, SpOG (K) saat menjadi pembicara Webinar Nasional Ikatan Bidan Indonesia (IBI) cabang Magelang dengan topik materi Dukungan BKKBN terhadap Praktik Mandiri Bidan.
Mengutip data SDKI ( 1991-2012), Kepala BKKBN menyatakan angka kematian ibu (AKI) secara umum konsisten mengalami penurunan, namun masih terdapat lonjakan kenaikan. Ditahun 2012 terjadi lonjakan kenaikan angka kematian ibu. “Hal ini harus menjadi perhatian dan harus diteruskan dengan perjuangan yang gigih,” ujarnya.
Berbeda dengan angka kematian ibu, hasil SDKI menunjukan dari tahun ketahun angka kematian bayi (AKB) mengalami penurunan signifikan. Dari 68 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada 1991, hingga 24 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2017. “Kematian bayi konsisten turun tidak seperti kematian ibu, patut disyukuri,”ungkapnya.
Menurut Kepala BKKBN, program Pembagunan Keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (bangga kencana) dapat membantu menurunkan AKI. Masih banyak daerah dengan angka TFR, AKI, AKB dan stunting yang tinggi. Prihatin kami angka Total Fertility Rate atau angka kelahiran total oleh seorang wanita antar provinsi masih cukup tinggi kesenjangannya, di Jateng masih lumayan, angkanya jauh dari 2,1.
“Karakteristik orang yang mengalami beban hidup yang berat dengan terbebani jumlah anak berasal dari masyarakat miskin, tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah dan tinggal di perdesaan. Perhatian ini yang perlu dishare, yang terbebani dengan keluarga besar, yang tidak terlayani, wong cilik yang harus diperhatikan bersama,” lungkap Hasto.
Kondisi Ini berdampak pada meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) yang cukup tinggi sekitar 19,7 persen ditahun 2019, yang artinya dari 100 wanita yang hamil terdapat lebih dari 19 wanita yang kehamilannya tidak diinginkan secara rata-rata. Jawa tengah lebih tinggi angka kehamilan tidak terencana, sebagian lagi menyedihkan bener-bener unwanted karena belum nikah, ujarnya. BKKBN menargetkan angka KTD sebesar 6,8 persen persen ditahun 2018, saat ini kondisinya masih jauh dari capaian target.
Kita harus betul-betul melihat siapa yang harus dilayani, proaktif. Kalau ibu-ibu yang sudah melahirkan ditanya apakah ingin melahirkan kembali dalam waktu 6 bulan pasti jawabnya tidak. Orang yang habis melahirkan tidak akan mau melahirkan kembali ditahun yang sama, usia masih di bawah 40 tahun kenapa tidak pakai kontrasepsi, tegasnya. Mengatasi hal tersebut, BKKBN bekerjasama dengan IBI dalam meningkatkan pelayanan KB. Disamping itu BKKBN juga mengaktifkan kembali Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit (PKBRS ) untuk menurunkan kematian ibu dan bayi. BKKBN juga akan memberikan PERSI Award sebagai bentuk upaya penghargaan bagi rumah sakit yang berperan aktif dalam meningkatkan pelayanan KB. Pemberian PERSI Award ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan Oktober.
BKKBN menyarankan jarak ideal antar kelahiran dan kehamilan berikutnya adalah minimal 33 bulan, sesuai dengan rekomendasi organisasi kesehatan dunia (WHO). Rekomendasi ini ditujukan untuk mengurangi resiko kematian ibu dan bayi serta meningkatkan kesehatan ibu. Hasil penelitian dari United States Agency for International Development (USAID) menyebutkan bahwa jarak kelahiran kurang dari 6 bulan dapat mengakibatkan resiko kematian hamper 3 kali lebih tinggi, beda dengan jarak 60 bulan yang resikonya jauh lebih rendah, begitu pula dengan jarak kelahiran 33 bulan.
Stunting juga menjadi permasalahan yang memerlukan perhatian lebih. Prevalensi stunting di Indonesia masih relatif tinggi sekitar 30,8 persen dibandingkan dengan beberapa Negara dikawasan Asia Tenggara (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdes 2018).
Stunting atau sering disebut kerdil merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (Balita). Stunting dapat dipengaruhi oleh Berat Bayi Lahir Rendah, premature, kelainan bawaan dan infeksi, yang dapat menunjukan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.
Peningkatan pemahaman akan kesehatan reproduksi, mengatur jarak kelahiran dapat membantu dalam pencegahan stunting. Dalam melaksanakan tugasnya, BKKBN didukung oleh bidan. BKKBN bekerja di hulu bukan di hilir, didukung bidan. BKKBN tanpa bidan tidak ada artinya, ada bidan ada KB dan ada KB ada Bidan, (humas bkkbn)