Terpecahnya Islam dan Arti Penting 10 Muharam (4)
Oleh Dasman Djamaluddin
” Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, seluruhnya akan masuk neraka, hanya satu yang masuk surga.” Kami (para shahabat) bertanya, “Yang mana yang selamat ?” Rasulullah SAW menjawab, “ Yang mengikutiku dan para sahabatku.” ( *HR Imam Tirmizi).*
Seandainya saja Irak tidak beralih ke tangan pasukan Amerika Serikat (AS), berarti pengikut Presiden Irak Saddam Hussein (Islam Sunni/ minoritas), masih berkuasa. Itu seandainya.
Kenyataannya tidak demikian. Irak diserang pasukan AS dan sekutunya. Pasukan Irak sudah tentu kalah dan presidennya Saddam Hussein tewas di tiang gantungan. Irak kemudian beralih ke tangan AS dan sistem pemerintahan pun dirombak.
Berbicara mengenai Etnis Kurdi, di Irak jumlahnya 15-20 persen dari keseluruhan penduduk Irak yang berjumlah 31 juta orang. Menurut data penduduk tahun 2010. Sekarang tahun 2020. Tidak diketahui pasti jumlah penduduknya 10 tahun terakhir, karena ketika terjadi perang di Irak, baik ketika ikut mendukung pasukan AS menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein, juga ketika membantu pemerintah Irak melawan gerilyawan Negara Islam di Irak (ISI).
Sementara penduduk Arab di Irak sekitar 75 – 80 persen dan 5 persennya terdiri dari suku Turkoman, Assyria dan suku-suku lainnya (5 persen).
Pertanyaan berikutnya, apakah dengan posisi sekarang ini sebagai Presiden Irak tanpa kekuasaan (simbol), mampu memupus cita-cita Suku Kurdi untuk merdeka dan berdaulat?
Agama Suku Kurdi itu sebagian besarnya menganut Islam-Sunni, tetapi ada pula yang menganutagama berbeda, termasuk Kristen, Yahudi, Yazidi dan Zoroastrian. Suku Kurdi dianggap sebagai kelompok etnis terbesar di dunia yang tidak memiliki kewarganegaraan.
Ketika kurang dari sehari setelah menjabat, Presiden Irak yang baru terpilih, Barham Salih, bergerak cepat membentuk pemerintahan baru.
Setelah mengambil alih kekuasaan dari Presiden Fuad Masum yang berhenti pada, Rabu 3 Oktober 2018, Salih bertemu dengan calon dari fraksi terbesar parlemen Irak untuk membentuk pemerintahan.
Salih menugaskan Abdul-Mahdi, yang diberi waktu 30 hari, untuk membentuk kabinet dan menyerahkannya ke parlemen untuk disetujui, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Jumat, 5 Oktober 2018.
Menurut perjanjian tidak resmi sejak invasi pimpinan AS terhadap Irak tahun 2003, kursi presiden negara itu diduduki oleh seorang warga Kurdi, sementara jabatan perdana menteri dipegang oleh Syiah dan ketua parlemen berasal dari Sunni.
Pada tanggal 1 Juli 2014 di Sidang Parlemen Irak, Etnis Kurdi memang sudah menggulirkan wacana referendum. Ingin merdeka sendiri dari Irak. Waktu ini sudah tentu melihat perkembangan terakhir yang terjadi di Irak, di mana Perdana Menteri Irak ketika itu, Nouri al-Maliki (yang mewakili penduduk Syiah, 60-65 persen dari keseluruhan penduduk Irak) dianggap bertindak tidak adil kepada penduduk Sunni yang hanya menguasai 32-37 persen.
Suhu perlawanan minoritas Sunni ini meningkat seiring penyerbuan kelompok militan Negara Islam di Irak, di mana Sunni, termasuk para mantan pendukung Presiden Irak Saddam Hussein, ke berbagai kota-kota penting di Irak dan Suriah. Bahkan gabungan kelompok Sunni tersebut telah mendeklarasikan kekhalifahan Islam di wilayah yang didudukinya.
Nouri al-Maliki harus mundur ujar dua aliansi di dalam Parlemen waktu itu, yaitu Sunni dan Kurdi. Wakil Sunni keluar sidang saat Negara Islam di Irak dan Suriah disebut dalam forum, sehingga sidang dihentikan sementara.
Wakil dari Kurdi menginterupsi pemilihan, karena pemerintah pusat selama ini memblokade dana anggaran untuk wilayah otonomi Kurdi.
Tak tanggung-tanggung karena berangnya akan blokade dana tersebut, Presiden Wilayah Otonomi Kurdi Massoud Barzani menyatakan, Kurdi akan menggelar referendum pemisahan dari Irak. Oleh karena itu sudah lama suku Kurdi ingin memisahkan diri.
Sekarang tidak ada lagi protes-protes seperti itu. Entahlah nanti. Hal ini hanya ingin menunjukkan, betapa semangatnya suku Kurdi di utara Irak untuk melakukan referendum. Benar bahwa hasil referendum menunjukkan 92, 73 persen ingin lepas dari Irak dan membentuk pemerintahan sendiri. Tetapi nampaknya waktu itu tidak disetujui pemerintah Irak.
Memang sudah ada pemimpin Suku Kurdi yang rencananya akan menjadi pemimpin negara Kurdi Merdeka. Tetapi apa yang terjadi? Pemerintah pusat di Baghdad, Irak menganggap yang dilakukan suku Kurdi dengan referendumnya itu, melanggar konstitusi. Sejauh ini suku Kurdi memperoleh hak otonomi dari Baghdad, tetapi bukan berarti memisahkan diri dari pemerintah Irak.
Pemerintah Irak juga sudah mengupayakan langkah tertentu untuk menggagalkan upaya suku Kurdi. Irak telah menutup wilayah udaranya dan seluruh kantor perwakilan asing ditutup di Kurdistan. Bagaimana dengan pasukan bersenjata Kurdistan yang dinamakan Peshmarga? Kelihatannya akan dikaji ulang untuk membantu melawan kelompok militan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Agak aneh, Israel mendukung referendum suku Kurdi ini. Tetapi Amerika Serikat menentang. Pertanyaannya, apakah AS betul-betul menentang, yang selama ini sekutu Israel? Menurut saya sikap AS akan sama dengan Israel nantinya.
Waktu itu, Indonesia melalui Duta Besar Bambang Antariksa, juga sedang bersiap-siap mengevakuasi sekitar 700 warga Indonesia dari Kurdistan. Tetapi bersyukurlah situasi di wilayah tersebut sudah aman.
*Penulis wartawan senior tinggal di Jakarta.