Oleh : Dr Mulyono D Prawiro
Saat ini telah banyak buku baru yang bermunculan dan beredar di pasaran luas, kita bisa jumpai berbagai macam tema yang menganalisis tentang hal-hal besar dan menarik, baik itu karangan dari penulis lokal maupun penulis tingkat dunia dengan mudah kita ketemukan.
Kesempatan baik ini, saya ingin mengajak kita semua untuk menyimak pemikiran-pemikiran yang diutarakan oleh seorang pengarang buku yang terlaris di dunia, Malcolm Gladwell, dalam bukunya berjudul : BLINK “The Power of Thinking Without Thinking atau kemampuan berpikir tanpa berpikir. Menurutnya, orang-orang yang pandai mengambil keputusan yang tepat, bukanlah orang yang memproses informasi paling banyak atau yang sengaja menghabiskan waktunya paling lama untuk itu, akan tetapi mereka itu adalah orang-orang yang melatih dirinya untuk menyempurnakan seni membuat cuplikan tipis (thin slicing) dan menyaring sesedikit mungkin faktor-faktor terpenting dari sejumlah kemungkinan yang menumpuk dan menggunung itu.
Cuplikan tipis (thin slicing) merupakan salah satu yang menjadikan kemampuan bawah sadar begitu mengesankan, tetapi bisa saja itu membuat kita sulit untuk mencerna fenomena pemahaman yang begitu cepat (rapid cognition). Bagaimana mungkin kita bisa menghimpun informasi yang diperlukan untuk sebuah penilaian ataupun pengambilan keputusan yang rumit dalam waktu yang singkat ? Ada jawaban yang mungkin bisa kita dapatkan, yaitu ketika kemampuan bawah sadar kita mengambil sayatan atau cuplikan tipis (thin slicing), yang kita perbuat adalah sebuah versi pikiran bawah sadar yang secara otomatis dan cepat dari sebuah eksperimen yang kita lakukan. Sebagai contoh, bahwa sebuah perkawinan bisa dipahami melalui sebuah pengamatan sekilas dan cepat, begitu pula dengan kebanyakan situasi lain yang kelihatan sangat rumit, dengan kecepatan kemampuan bawah sadar, kita bisa menyimpulkan dan memutuskan dalam waktu yang relatif singkat. Di sini menurut seorang penulis masalah perkawinan dan hubungan antar manusia John Gottman adalah memberikan gambaran tentang cara kerja pemahaman yang cepat.
Kita sebagai manusia, memiliki kemampuan melompat yang luar biasa hebat dalam hal wawasan dan naluri. Kita mampu menyimpan sebuah wajah dalam ingatan, kita mampu menyimpan sebuah teka-teki dalam sekejap mata. Disebutkan oleh Jonathan W. Schooler, bahwa kemampuan semacam ini adalah sangat mudah terganggu. Intuisi atau ilham bukan sebuah lampu pijar yang menyala mantab di kepala kita, tetapi ia seperti lilin yang kelap-kelip yang mudah padam bila tertiup angin. Dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang kita jumpai adanya kesan-kesan sesaat, serta kesimpulan-kesimpulan yang muncul secara spontan bila berhadapan dengan orang yang baru saja kita kenal, dengan tidak disadari kita sering menangkap semacam sinyal samar-samar, walaupun mereka yang baru kita kenal itu sepertinya bersikap biasa-biasa saja dan terlihat bersahabat. Menghadapi situasi seperti ini, bisa saja merupakan situasi yang kompleks serta mereka-reka dan lagi pula kita perlu membuat kesimpulan dengan cepat tentang orang dimaksud. Kita tidak perlu terlalu banyak mendengarkan apapun yang mereka katakan untuk sampai kepada pengambilan kesimpulan, karena itu bisa datang dalam walam waktu singkat atau sekejap (snap judgment).
Barang kali, bentuk pemahaman cepat (rapid cognation) yang paling penting adalah ketika kita mendapatkan pesan atau kesimpulan tentang orang lain. Selama kita dalam keadaan terjaga dan sedang berada bersama seseorang, biasanya sadar atau tidak sadar kita terus tergoda untuk membuat ramalan-ramalan dan kesimpulan-kesimpulan tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang yang bersama kita tersebut. Itulah yang banyak dirasakan oleh sebagian besar dari kita, dan saya yakin kita juga mempunyai pemikiran seperti itu. Kemampuan untuk mengetahui dengan cepat, katakanlah dalam waktu 2 detik pertama itu bukan hal yang mudah, dan bukan bakat yang secara ajaib hanya diberikan kepada orang-orang tertentu oleh Tuhan Yang Maha Kuasa atau orang-orang yang beruntung, tetapi kemampuan semacam itu dapat ditumbuhkan melalui usaha kita sendiri. Ini tentunya menuntut adanya ketekunan dan kesungguhan hati untuk mencapainya. Jangan setengah hati untuk menumbuhkan usaha ini, karena kalau dilaksanakan dengan tidak sungguh-sungguh hasilnya akan mengecewakan diri sendiri.
Seperti halnya bila kita hendak membeli benda atau barang yang asli (original), katakanlah sebuah berlian dan jatuh hati kepada berlian yang akan kita beli itu, tidak mustahil bila dikatakan itu merupakan semacam cinta pertama. Secara naluriah Anda berkata pada diri sendiri, bahwa saya ingin benda itu. Ketika pilihan terlalu banyak tersedia, kita dipaksa untuk membuat suatu pertimbangan jauh lebih matang dibandingkan dengan keputusan bawah sadar, di sini kita akan dibuatnya menjadi bingung. Kesimpulan sekejap dapat terjadi dalam sekejap pula, karena prosesnya terlalu singkat dan effisien, maka jika kita ingin memelihara kemampuan kita dalam membuat kesimpulan sekejap, maka kita harus membiasakan diri bersikap effisien. Kesimpulan ini bisa saja sama baiknya dengan pengambilan kesimpulan yang dilakukan secara hati-hati dan direnungkan dalam waktu yang relatif lama.
Sebenarnya kita sulit untuk menilai apakah benda atau barang yang akan kita beli itu asli (original) betul atau tidak, apa lagi kalau kita belum pernah memilikinya, hal ini bukanlah penjelasan yang mengada-ada. Itu sangat terkait dengan sesuatu yang mendasar dalam cara berpikir kita. Itulah sebabnya kemampuan bawah sadar kita memiliki kekuatan yang maha dahsyat, meskipun itu bisa saja keliru. Yang memungkinkan kita membuat cuplikan tipis (thin slicing) yang begitu dahsyat itu dan berhasil masuk ke bawah permukaan sebuah intuisi. Di sini kita bisa mengukur adanya perbandingan antara emosi positif dan negatif. Seperti disampaikan Thomas Hoving dan juga seorang para pakar seni, mereka ini dalam sekejap mampu melihat ke belakang apakah benda atau barang itu asli atau palsu. Komputer internal yang ada dalam otak kita tidak selamanya cemerlang, dan tidak selalu menyirat kebenaran tentang sesuatu, bisa saja pada suatu ketika ia itu ngawur dan menyesatkan. Reaksi-reaksi naluriah kita sering kali harus bersaing dengan segala macam hasrat, emosi dan sentimen lainnya. Jadi kadang-kadang kita harus mempercayai naluri kita dan kadang-kadang pula kita harus waspada karenanya.
Ketika kemampuan pemahanan cepat kita menyimpang dari apa yang kita inginkan, penyimpangan itu terjadi karena berbagai alasan tertentu dan itu bisa dicari dan dipahami, oleh karena itu kita bisa belajar kapan kita harus mendengarkan komputer bawaan yang ada dalam otak kita yang maha dahsyat itu, dan kapan juga kita harus mewaspadai hasil pengelolaanya. (Penulis adalah Dosen Pascasarjana dan Anggota Senat Universitas Satyagama Jakarta)