Jakarta, Koranpelita.Com
Pandemi Covid-19 yang terus berkepanjangan baik secara regional, nasional maupun global menunjukan grafik yang meningkat.
Ditanah air terkonfirmasi 20.796 sembuh 5.057 dan meninggal 1.326 orang, hal ini selain membahayakan kesehatan juga mengancam demokrasi.Belum lagi pada sendi-sendi ekonomi, politik dan sosial budaya.Alhasil dari wabah virus ini adalah kemunduran demokrasi ditanah air yang dinilai menguat.
Namun demikian beberapa indikator untuk menjadi indeks acuannya antara lain peran legislatif, media, pengawasan atas eksekutif dan kekerasan aparat.
Potensi kemunduran demokrasi akibat Pandemi terjadi hampir diseluruh dunia tak terkecuali di Indonesia.Tentu tendensi penguatan atas peran penguasa menjadi menonjol semisal pada UU No 2/2020.
Dalam regulasi itu penyelenggara negara anggaran diberikan kekebalan hukum. Seperti diketahui regulasi tersebut menimbulkan pro kontra ditengah-tengah masyarakat karena ditengarai mengubah APBN tanpa melibatkan DPR.
Menurut Ir.Mika Panjaitan sejak di Perppukan sampai menjadi UU No 2/2020 saya tidak setuju karena tidak melibatkan DPR.Padahal sesuai UUD 1945, DPR memiliki hak penganggaran, menyusun/merevisi APBN.
“Saya tidak setuju dengan UU No 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid -19.Karena dalam pembuatannya tidak melibatkan DPR. Bahkan saya prihatin kepada DPR yang kurang merespon lahirnya UU tersebut. Diduga DPR dan Pemerintah ada persengkokolan jahat,”ujar Ir.Mika Panjaitan selaku Pendiri/ Direktur Utama Quantum Institute (Quin) Ketika ditemui KORANPELITA.COM, Jakarta, Sabtu (24/05/2020).
Dikatakan Mika saya prihatin dengan kemunduran demokrasi di Indonesia khususnya dalam menjalankan tugasnya DPR dan Pemerintah harusnya kedua lembaga tersebut melakukan perundingan dalam membuat UU di kwatirkan adalah penyelewengan kekuasaan atau penyelewengan keuangan baik secara personal maupun Institusi.Mestinya ada sebuah badan atau sistem yang mengawasi berjalannya UU tersebut.
“Semisal pada pembagian bansos tidak transparan dan kacau balau.Belum lagi validasi data yang tidak akurat dan tidak tepatnya sasaran baik BLT desa maupun BLT Bansos,” terang Mika Panjaitan Yang juga Pendiri Yayasan Cerdas Merah Putih ini.(han)