Banjarmasin, Koranpelita.com.
Sudah saatnya Pemerintah Provinsi maupun kabupaten di Kalimantan Selatan, mulai memikirkan solusi untuk mengantisipasi imbas negatif pandemi covid-19 yang kini mulai terasa yaitu, menurunnya aktivitas keseharian dimasyarakat seperti bersekolah, bekerja, berdagang maupun lainya.
Pasalnya jika tak antisipasi sejak dini pula, dikhawatirkan berpotensi memunculkan gejolak sosial dimasyarakat. Terlebih, soal pandemi virus corona ini belum diketahui kapan batas dan waktu berakhirnya.
“Jadi saya himbau baik pemerintah provinsi maupun kabupaten, agar memikirkan solusinya,” tegas Ketua Komisi IV DPRD Kalsel HM Lutfi Saifuddin, kepada wartawan, di Banjarmasin, Senin (23/3/2020).
Menurut Lutfi, jika kondisi penurunan berkegiatan dimasyarakat berlangsung berlarut-larut hingga satu atau dua bulan kedepan, tanpa ada solusi, maka dikhawatirkan muncul gejolak sosial, seperti rush money, panic buying, bahkan chaos atau kekacauan.
Jika ini terjadi, imbuh Ketua Komisi membidangi, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan ini, maka situasi bisa sulit, karena yang paling merasakan imbasnya adalah masyarakat marginal yang disebabkan mereka tidak kebagian jatah untuk bertahan hidup.
Politisi Gerindra ini mencontohkan, saat ini saja harga gula dieceran sudah melonjak tajam hingga Rp 20.000 perkilogram.
Jika tak ada regulasi yang tegas, maka dalam kondisi yang kuran kondusif saat ini bahan-bahan kebutuhan pokok bisa saja langka, dan yang punya uangpun tidak dapat membelinya.
Melihat kondisi saat ini sebut Lutfi lagi, maka pemerintah perlu mengeluarkan regulasi tegas dan tak bisa lagi hanya sekedar himbauan semata, agar bisa menjaga stabilitas diwilayah Kalsel.
“Ya memang melihat kondisi saat ini masih aman-aman saja, tapi kita tidak tau kalau berlarut sampai satu atau dua bulan, kita harus memikirkan dampak sosialnya dan lebih baik memikirkannya dulu dari pada saat terjadi,” pungkas Lutfi.
Seperti diketahui, Kalsel sejak status siaga hingga naik ke tanggap darurat Covid -19, semua aktivitas bermasyarakat khususnya di perkotaan menurun.
Kondisi inipun mulai menuai keluhan, terutama masyarakat bawah yang bekerja hanya untuk menutupi kebutuhan hidup hari per hari. (Ipik)