Menyetop Penyebaran Virus Korona Dengan Social Distancing

Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH(((

SATU lagi istilah yang berhubungan dengan merebaknya virus korona bernama social distancing. Ketika lockdown menjadi perbincangan tentang siapa yang punya kewenangan mengenai hal itu, kebijakan yang bersifat personal diimbau untuk diterapkan.

Kebijakan itulah yang diberi tajuk social distancing. Kurang lebih sama dengan lockdown, kebijakan ini ditujukan secara personal sebagai upaya untuk memutus matarantai penularan virus korona yang terus merajalela dan pelan tapi pasti, menyebabkan kematian bagi yang tertlar atau terinfeksi.

Kebijakan social distancing sudah diterapkan di banyak negara, sebagai satu kebijakan yang ditujukan kepada pribadi atau individu. Kebiajakn ini pada intinya memproteksi diri dari kemungkinan (besar) terjangkitnya virus korona. Oleh karena bersifat individual, tentu mekanisme pengawsan menjadi bagian tersulit. Tanggungjawab pribadi adalah kunci untuk ditaati atau tiaknya social distancing ini di tengah masyarakat yang semakin gelisah, dan merasakan virus korona semakin dekat dengan diri..

Isi Social Distancing
Social distancing atau arti harfiahnya menjaga jarak sosial dalah upaya untuk memutus mata rantai penularan dengan menjaga jarak antarpersonal dalam keseharian. Pembatasan interaksi ini harus disertai penerapan disiplin secara keta tatas inisiatif serta tanggungjawab pribadi. Seperti halnya yang dilakukan oleh sejumlah negara dalam penanganan virus korona. Kedisiplinan social distancing amat penting dan amat instrumental dalam menjaga agar penyebaran virus korona bisa terkendali.
Dalam kaitan ini sejumlah negara menerapkan kebijakan menjaga jarak social ini, di samping memutuskan untuk menerapkan kebijakan  lockdown.

Kegiatan di tempat umum seperti sekolah, universitas, hingga objek wisata sementara ditutup. Di atas kertas upaya ini signifikan sebagai upaya memutus matarantai virus korona. Jeda waktu tertentu (14 hari minimal) adalah jarak yang menurut prediksi bias memutus mata rantai dimaksud.

Kebijakan berupa social distanciung ini, sebagaimana dapat dicermati dari The Atlantic, yang merupakan rujukan dunia kesehatan melansir maksudnya,  adalah tindakan yang bertujuan mencegah orang sakit melakukan kontak dalam jarak dekat dengan orang lain untuk mengurangi peluang penularan virus. Sementara menurut Center for Disease Control (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit yang merupakan Badan Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat, tindakan berupa social distancing konkretnya adalah menjauhi perkumpulan, menghindari pertemuan massal, dan menjaga jarak antar-manusia.

Apapun maknanya, bahwa inti dari social distancing adalah praktek dalam kesehatan masyarakat untuk mencegah orang sakit melakukan kontak dengan orang sehat guna mengurangi peluang penularan penyakit.  Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara seperti membatalkan acara kelompok atau menutup ruang publik, serta menghindari keramaian. Akibat dari hal ini dinilai bisa mengurangi risiko penyebaran virus korona karena virus ini menular antar manusia melalui droplet (partikel air liur) saat penderita bersin atau batuk.

Praktik Social Distancing
Dalam menjalani social distancing, seseorang harus menjaga jarak minimal dua meter (ada yang menyebut cukup 1 meter) dengan orang lain dan dianjurkan tidak berjabat tangan atau berpelukan saat bertemu orang lain. Bahwa sampai saat ini perhitungan kasar menunjukkan, virus korona telah menginfeksi 175.000 orang dan menewaskan 6.700 orang di seluruh dunia.

Sehubungan dengan hal di atas banyak topik terkait social distancing atau jarak sosial, kemudian ada lagi yang bernama karantina, dan isolasi diri. Namun kepastiannya ketiga konsep ini merupakan konsep baru bagi masyarakat. Memang agak sulit memahami perbedaan di antara ketiganya.

Namun kepastiannya bahwa social distancing bersifat membatasi kontak dengan manusia lain sebisa mungkin. Teknisnya dengan menutup sekolah, bekerja dari rumah, dan membatalkan pertemuan lebih dari 50 orang tergolong sebagai aktivitas jarak sosial atau social distancing. Hal ini merupakan sebuah strategi kesehatan masyarakat yang membatasi interaksi antar manusia untuk mencegah penyebaran penyakit menular, apa lagi ganas seperti virus korona yang saat ini menggelisahkan seluruh penduduk bumi ini.

Dengan menjaga jarak sosial, seseorang yang mempraktikkan social distancing tetap masih bisa berjalan, melakukan aktivitas sehari hari dengan batasan sebagaimana dimaksud. Intinya tetap dapat menghabiskan waktu dengan teman atau anggota keluarga yang tinggal bersama, tetapi tidak berkumpul dengan siapa pun di luar itu. Tentu yang lebih penting adalah menjaga jarak dengan menghindari kontak dengan orang-orang yang rentan terinfeksi dan batalkan semua pertemuan sosial yang tidak perlu atau masih dapat ditunda atau ditiadakan.

Terkait Ibadah
Social distancing yang bisa dinyatakan sulit diterapkan adalah dalam soal ibadah, khususnya sholat beerjamaah bagi umat Islam. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggulung karpet di tempat ibadah agar bekas sujud dari orang yang terinfeksi yang melekat di alas sholat tidak dihirup oleh jamaah lain, sehingga perlu digulung.

Dianjurkan membawa sajadah sendiri yang khusus untuk sujud diri sendiri pula. Demikian pula jarak sholat dengan merapatkan shaf merupakan kendala secara praktis dalam menjaga jarak 1 meter apalagi 2 meter. Ajarannya adalah merapatkan, meluruskan dan merapikan shaf dalam berjamaah. Pundak lurus, kaki saling bersentuhan.

Itulah sebabnya berpikir praktis, seperti ma’had Darut Tuhid Abdullah Gimnatsiar atau AA Gim pilih menutup masjid dari kegiatan berjamaah, apa lagi sholat Jumat. Hal ini memang kontroversial karena menyangkut ibadah paling mendasar yaitu sholat.

Namun dari berbagai pendapat memang mengemuka namun bertemunya pada satu asas hukum dalam Ilmu Fikih bahwa mencegah mudhrarat lebih utama daripada memperoleh manfaat. Ketika ada wabah, dalam hadist ditegaskan untuk menghindarinya dengan cara tetap di rumah. Bahkan mesjidil Haram dan Mesjid Nabawi juga menerapkan kebijakan ini, sebagai refleksi dari social distancing.

Pada akhirnya kembalinya hal ini tetap kepada pribadi masing masing karena sekali lagi social distancing ini cenderung sebagai masalah individu.***

About redaksi

Check Also

Ini Kebiasaan Langka Gus Yasin : Suka Mborong Jajan Hingga Tukang Mijit Kyai Sepuh

KENDAL,KORANPELITA– Mempunyai kebiasaan berbuat baik terhadap orang lain, kadang sulit dilakukan. Namun yang tidak biasa …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca