Cerita Hidup untuk Sedulur NKS

Ini memang serba istimewa. Momennya istimewa, bertemu anak-anak saya, insan BPJSTK. Tempatnya istimewa, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan, saya menulisnya di tanggal istimewa, tanggal 11 September 2019.

Biasanya yang meminta sharing perjalanan hidup adalah institusi lain. Misalnya saja, belum lama Dekan, para dosen, mahasiswa Unsrat serta siswa SMA di Manado. Tapi kali ini insan BPJSTK.

Lalu tempatnya. Jogja. Apa yang bisa saya tuliskan tentang kota ini? Tidak ada. Terlalu banyak yang bisa dikisahkan, jika ingin ditulis. Tapi, inilah tempat  yang nentremake ati. Menenteramkan hati. Datanglah ke Jogja dan resapi segala yang menenangkan hati.

Dan, September. Orang sering menyebutnya dengan tambahan identivikasi, September ceria. Tapi bagi saya, September lebih dari ceria. Karena, juga sering penuh kejutan, selain selalu mendebarkan.

Tiba-tiba diminta untuk menjadi salah satu narasumber acara super serius adalah kejutan. Pak Diddi Siswadi, Deputi Direktur Pengembangan Teknologi Indormasi dan timnya merancang acara ini dengan matang. Inti programnya adalah peningkatan kapasitas insan IT BPJSTK. Tapi dibuat dalam Bahasa Inggris. Saya tidak perlu sebutkan bahasa Inggrisnya, karena takut salah nulisnya.

Bersama Ibu Dwi dari Telkom Sigma.

Ahli-ahli IT dihadirkan. Ada Mas Syafri Baharuddin dari Gojek. Ada juga Bu Dwi dari Telkom Sigma.

Tujuan acara ini mulia. Menjadikan Insan IT BPJSTK lebih pinter. Mampu mandiri dalam membangun IT sendiri, mengelolanya, dan mengembangkannya. Ini pilar pertama dari tiga pilar penting dalam membangun IT, yaitu people. Sementara dua lainnya adalah process dan infrastructure.

Ajaib. Pada forum yang membahas IT, saya malah disuruh mendongeng. Dongeng perjalanan hidup saya. Bukan hanya karir, tapi kisah cintanya.  Mungkin sudah bosan  mendengar ocehan saya tentang IT. Pikiran positif saya begitu.

Agak ge-er juga sejatinya: membedah buku  fenomenal (minimal fenomenal buat diri saya sendiri). Buku NKS. Nami Kulo Sumarjono.

Saya tidak tahu mengapa mereka ingin ada bedah buku NKS. Barangkali, membaca sendiri buku setebal 300-an halaman agak aras-arasen, karena butuh waktu dan kesabaran. Itu pikiran buruk yang ingin selalu saya buang jauh.

Sebelum mendongeng, saya perlu mengaku, selalu ada haru-biru setiap pulang ke sini. Ke kotaku. Kota Jogja.

Begitu sampai di Adi Sucipto, saya langsung ajak beberapa rekan mlipir mampir merasakan enaknya bakmie rebus di kandang sapi. Benar. Ini bakmie kandang sapi. Saya yakin walau sudah jam 10 malam, warung bakmie itu masih melayani pelanggan.

Benar saja. Kandang sapinya masih ngebul. Tanda bahwa pelanggan masih bisa menikmati enaknya mie rebus atau mie goreng sesuai seleranya. Walau namanya kandang sapi, aroma kandang sapi sama sekali tak tercium. Justru aroma lezat yang sangat menyengat. Sepiring bakmie, segeralah beralih memenuhi rongga perut, sebagai bekal mengarungi mimpi.

Kemudian, pagi datang mengusir gelap. Rangkaian acara sudah menanti. Dasar kebanyakan anak milenial, ruangan untuk acara dibuat begitu santai. Tidak ada kursi atau meja. Hanya layar besar lalu hamparan bean bag warna-warni berjumlah 70-an. Sangat santai.

Peserta sangat santai tapi tetap serius duduk di bean bag.

Jangan-jangan pada tidur saat saya manggung nanti. Tapi saya tidak bisa membedakan antara mana yang memperhatikan dengan serius dan yang pulas tertidur. Posisinya sama saja. Beda dengan jika duduk di kursi.

Sebelum manggung, saya bertemu dengan para pembicara yang sudah menyelsaikan tugasnya. Tentu, tak lupa saya mengucapkan terimakasih, ke depan jika dimungkinkan bisa dilakukan peningkatan kerjasama dan kolaborasi yang lebih baik. Terimakasih Pak Arief dari Gojek dan Bu Dwi dari Telkom. Jangan lupa ikut program BPJSTK ya.

Jadi, tibalah saatnya jadwal saya naik panggung. Saya lihat anak-anak milenial itu memang tampil santai. Bercelana jeans, baju casual serta mengenakan sepatu sneakers. Saya baru ingat acaranya memang di hari Jumat.

Saya mulai cerita dari penggalan tragis saat Simbok berada dalam situasi hidup dan mati karena persalinan merepotkan. Anak nomor enam, rupanya tak mau lahir di tangan dukun bayi di rumah. Proses kelahiran anak sungsang ini harus dibantuan dokter di RSUD Wates.

Sumarjono dan 7 berSUdara

Anak merepotkan itu, kemudian oleh pamannya diberi nama Sumarjono. Persis 51 tahun yang lalu, ia melengkapi tujuh ber-SU-dara. Disebut bersudara karena anak Bapak Simbok semuanya memiliki nama dengan mengunakan awalan SU yang berarti baik.

Baiklah. Cerita selanjutnya adalah fase kehidupan Sumarjono yang ndeso. Pemalu dan kurang pede tetapi rajin bekerja membantu orangtua. Ia tumbuh dalam bungkus filosofi Jawi dan gemblengan dua maestro kehidupan: Bapak-Simbok.

Nyaris sejak kanak-kanak hingga menjelang dewasa, Sumarjono dibesarkan dalam pitutur luhur. Ungkapan-ungkapan seperti becik ketitik olo ketoro, tunggak jarak mrajak tunggak jati mati, ataupun yang lain, selalu tersimpan dalam diri.

Ada pula ungkapan yen kowe nandur pari mungkin bakal thukul suket teki, tapi yen kowe nandur suket teki ojo ngarep bakal thukul pari. Tentu tidak semua paham akan arti ungkapan-ungkapan Jawa itu. Maka bagi yang berani menjelaskan ungkapan dengan benar, akan mendapat buku NKS secara cuma-cuma. Detik itu juga. Lalu terdengar suara orang pada Googling (ada yang tahu suaranya seperti apa?)

Para peserta berebut menjawab makna pitutur NKS.

Suara Googling itu, menghapus kekhawatiran bahwa peserta tertidur di bin bag. Apalagi, dalam seketika, banyak yang menunjuk tangan dan ingin menjawab. Entah karena memang paham filosofi yang terkandung dalam ungkapan Jawa tersebut atau hanya ingin mendapatkan Buku NKS dan salaman dengan tokohnya. Tapi saya yakin karena dua-duanya, ingin mengenal saya lewat Buku NKS dan foto bareng.

Tunggak jarak mrajak tunggak jati mati coba dijelaskan bukan oleh orang Jawa. Senang tentunya. Sebab, sebagai orang Jawa, ungkapan Jawa itu, dipahami juga oleh selain orang Jawa.

Ungkapan sederhana itu, berarti bahwa keturunan rakyat jelata tidak tertutup kemungkinan untuk berkembang menjadi orang berpangkat. Sebaliknya, tidak semua keturunan pejabat selalu akan menjadi orang berpangkat.

Usaha, kesungguhan, dan doa menjadi kunci seseorang bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik. Sukses adalah hak setiap orang. Tidak memandang bulu. Baik yang berbulu banyak atau bulunya tercukur habis.

Banyak pertanyaan terlontar. Semua mendapatkan Buku NKS. Uniknya, ada yang merasa bernasib yang sama. Ia berasal dari kampung dalam keadaan ekonomi keluarga yang tidak terlalu cukup. Lalu menanyakan bagaimana mengatasi keadaan yang tidak beruntung, tapi bisa sekolah dan kuliah. Salah satu jawabannya, adalah kekompakan tujuh ber-SU-dara, di samping bantuan berbagai pihak.

Sedulur NKS berfoto bersama.

Akhir dari bedah Buku NKS sudah bisa ditebak, foto dengan tokoh sentralnya. Setelah itu, resmi menjadi Sedulur NKS.

Bedah buku boleh selesai, tapi pesona Jogja tak akan pernah benar-benar tuntas diresapi. Penobatan Sedulur NKS hanyalah pengantar acara yang lebih mat-matan, gayeng, tur regeng  pada malam harinya. Seru dan seru-seruan.

Kami semua bergerak  menuju tempat yang agak tinggi, melihat megahnya Prambanan. dalam siraman sinar yang indah. Itu masih belum cukup. Karena di malam penuh kehangatan  itu, kami semua menjadi orang Jogja. Paling tidak, dengan memakai surjan lurik yang khas dan magis, akan sulit membedakan yang Jogja dan bukan Jogja.

Mereka yang Sunda, Batak, Bugis, Betawi berubah menjadi terlihat sangat Jawa. Semua  menjadi benar-benar Sedulur NKS. Mungkin pas jika namanya pun diubah dengan awalan ‘Su’.

Dalam kebersamaan, kami menyanyi bersama, tertawa riang, atau berbincang ringan tentang Jogja yang tak berhenti memberi pesona.  Semua yang dipanggil penyanyi wajib melantunkan lagu. Tak dinyana ternyata banyak yanh bersuara emas. Saya kira, orang-orang IT hanya bisa membuat program.

Bersama Pak Diddi Siswadi

Tapi di antara semua kegembiraan itu, menyusup lagu sendu. Lagu yang dinyanyikan seluruh staf dari Deputi Direktur Pengembangan TI. Aslinya lagu itu berjudul Separuh Nafas, hanya lirik  diubah sedikit: kata Dewiku diganti dengan Depdirku.

Saya agak merinding mendengar lirik dan suasan malam itu. Betapa cinta dan sayangnya mereka pada Pak Diddi yang akan memasuki masa MPP. Inilah kebersamaan yang akan kami rindukan. Sehat dan bahagia selalu Pak Diddi. Bapak akan menjadi Sedulur NKS sak lawase. Bahkan saya sudah menyiapkan nama khusus untuk Bapak. Nama dengan awalan ‘Su’. Sudah itu saja.

pukul 00.00 WIB, awal dari tanggal 11 September 2019. Salam NKS

About redaksi

Check Also

PNS Kodiklatal Surabaya Gelar Aksi Donor Darah dalam Rangka HUT KORPRI ke-53 Tahun 2024

Surabaya, koranpelita.com Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke-53 Tahun 2024, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca