Jakarta, Koranpelita.com
Penggunaan tenaga kontrak maupun alih daya (outsourcing) memang berlaku umum dalam dunia pelayaran.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) melalui Marine Labour Convention (MLC) mendorong adanya ketersediaan SDM yang terintegrasi atau memiliki multi kompetensi, sehingga oursourching menjadi opsi dalam merekrut tenaga kerja.
“Sejauh proses outsourching dilakukan fair dan profesional, maka sah saja itu dilakukan, untuk mencapai performa operasional dan layanan jasa yang handal,” kata pengamat Maritim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Raja Oloan Saut Gurning, Jumat (19/7).
Saut mengatakan ini, menanggapi tuntutan sejumlah awak kapal PT Jasa Armada Indonesia (JAI) yang sempat melakukan aksi mogok menuntut penghapusan sistem kerja kontrak, Rabu pekan lalu (10/7).
Saut Gurning menjelaskan, regulasi yang mengatur pekerja awak kapal menggunakan dasar hukum perjanjian kerja laut (PKL), yang mengacu pada Undang-undang Pelayaran. PKL merupakan perjanjian уang mengatur kewajiban dan hak pekerja serta pemberi kerja (perusahaan), yang dibuat dі hadapan Syahbandar.
Selain mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak, perjanjian itu juga harus mencantumkan jabatan, gaji, jam kerja, serta hak cuti.
“Sejauh itu semua dipenuhi, maka kedua belah pihak sudah dapat menyatakan mengikatkan diri untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Ini juga berlaku umum dalam dunia pelayaran di seluruh dunia,” jelasnya.
Menurut Saut, jika kedua belah pihak merasa ada yang perlu disempurnakan, maka bisa didiskusikan secara internal. Bahkan bila dirasa perlu, PT Pelabuhan Indonesia II sebagai induk PT JAI bisa disertakan.
Dia mengapresiasi upaya mediasi yang dilakukan Otoritas Pelabuhan beserta Syahbandar Utama Tanjung Priok yang melibatkan kru kapal dan manajemen PT JAI, sehingga pelayanan kapal pandu kembali normal di hari yang sama. (lh)