Banjarmasin, Koranpelita.com
Tanpa mengaturan dan pengelolaan yang terencana serta terukur dapat dipastikan, pada tahun 2035 mendatang energi fosil sebagai penghasil batu bara di Provinsi Kalimantan Selatan ( Kalsel ) bakal habis dan tak lagi dapat diandalkan sebagai potensi penghasil daerah.
Dari itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel bersama DPRD kini tengah menggodok payung hukum tentang Rencana Umum Energi Daerah ( RUED) untuk mengatur potensi sumberdaya alam terutama pemanfaatan sumber panas, angin dan tumbuhan sebagai pengganti energi fosil.
Dengan begitu kedepan, Kalsel yang semula memiliki potensi sumber daya batu bara yang besar, tidak akan kesulitan atau kehabisan sumber energi saat dibutuhkan.
” Perda RUED, bukan perda yang membuat kita ruwet. Tapi merupakan perda yang akan mengatur pola pemakaian, penggunaan dan energi kita di Kalsel,” ujar Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUED DPRD Kalsel, H Riswandie, kepada wartawan, usai membahas Perda terkait di Banjarmasin, Kamis (11/7/2019).
Perda itu lanjut dia, merupakan turunan atau mandatori dari UU Energi Nasional dengan leading sektor Dewan Energi Nasional (DEN).
Selama ini pemanfaat sumberdaya masih bertumpu pada energi fosil yaitu batu bara. Kondisi tersebut tergolong wajar, karena Kalsel, penghasil batu bara terbesar ke dua di Indonesia.
“Akan tetapi menjadi tidak wajar jika kita menggunakan dan mengeksploitasinya secara “gila-gilaan” sementra kita tidak menyiapkan perubahan energi, saat batu bara habis, sedang energi baru belum ada,” tegas Riswandie.
Artinya, lanjut dia ada masa transisi yang disiapkan sebelum energi fosil itu habis. Kerena itulah pentingnya diterbitkan perda RUED ini.
Sekretaris komisi III DPRD, membidangi pembangunan dan ESDM, ini menyoroti terkadang muncul kebijakan pemerintah pusat yang terlalu cepat menaikan kuota energi nasional demi menutupi APBN.
Sementra daerah belum siap dengan perubahan pengganti yang dimaksud. ” Melalui perda RUED, paling tidak energi batu bara kita bisa bertahan sampai 2050. Tapi jika seperti sekarang paling bisa bertahan 2030 bisa habis, dan ini salah satunya yang diatur,” kata dia.
Hal lain, untuk mendorong dan mempercepat tahap perencanan ketahap aplikasi menuju sumber energi baru yang dimaksud, seperti matahari, energi bayu atau angin yangmana Kalsel merupakan wilayah terbesar ke dua atas potensi yang dimaksud.
Saat ini raperda baru masuk tahap pembahasan dengan dua kali studi banding yaitu ke dewan energi nasional dan Dirjen Energi Kementerian ESDM.
Rapat pembahasan hari itu selain anggota pansus, juga dihadiri dinas ESDM.
Kepala Bidang Energi ESDM Provinsi Kalsel, Ir Sutikno, menambahkan, Perda RUED akan mengatur energi untuk trasportasi, dan pembangkit listrik, serta mengatur kuota-kuota sumber energi kedepannya.
Untuk sumber pembangkit, maka nantinya akan dicari energi baru yang reneble, seperi energi angin atau bayu seperti yang di Sidrap Sulsel, karena tekanan 6 sampai 8 meter perdetik mengasilkan potensi energi 800 MW.
kemudiantekanan 4 sampai 6 meter bisa menghasilkan 600 MW, maka jika keduanya digabung dapat menghasilkan 1.400 MW. Padahal kebutuhan energi listrik eksisting Kalsel saat ini baru di kisaran 700 MW.
” Kalo itu dikerjakan serius, maka meski batu bara kita habis, tapi energi kita masih banyak,” kata Sutikno.
Selain itu, juga akan memanfatkan energi bio masa dari jenjang kosong cangkang kelapa sawit yang mengandung kalori diatas 3.000 setara dengan batu bara muda, termasuk juga limbah cairnya serta energi matahari yang tak kalah kualitasnya.(Ipik)