Zam”an SE MM , mantan wartawan Harian Pelita Jakarta yang kini sukses menggeluti dunia bisnis di Sampit Kabupaten Kotawaringim Timur (Kotim) Provinsi Kalteng , melaui akun facebooknya menceritakan pertemuan dengan teman SMAnya yang sudah lama tak bertemu. Dan temannya tersebut seorang bankir.
Ia pun berpendapat terkait dengan maraknya kehadiran ritel- ritel besar di daerahnya.
Zam’an SE MM mantan wartawan yang sukses menggeluti bisnis kuliner di Sampit.
Tanpa sengaja kami bertemu di kafe New Espresso 31 Coffe Club Citimall Sampit. Saat itu dirinya sedang melakukan kunjungan dan evaluasi rutin terhadap kinerja tim salah satu unit bisnis kulinernya di kafe Espresso 31 Sampit.
Dimana kami berdiskusi soal pembangunan yang ada di Kotim ini. Salah satu bahasan kami soal kebijakan, memberikan ruang bagi usaha ritel di Kota Sampit seperti Alfamart dan Indomart atau hipermart.
Pada satu persepsi kami sepakat, usaha-usaha ritel ini jika dibiarkan terus akan mematikan usaha-usaha masyarakat lokal di bidang yang sama. Tanpa adanya kebijakan yang memproteksi masuknya ritel besar, menyebabkan kekacauan ekonomi masyarakat bawah.
Paradigma ekonomi neoliberalisme akan menyulitkan kehidupan rakyat kecil dan mengancam kemandirian usaha mereka. Padahal sebenarnya kegiatan di pasar-pasar tradisional dapat menggerakkan perekonomian daerah serta menyerap tenaga kerja.
” Pasar tradisional atau warung tradisional itu tidak akan mampu bersaing dengan pengusaha global, yang memiliki modal besar, pengetahuan dan skill yg luas, dan memiliki kreatifitas yang tinggi, sehingga menghasilkan inovasi-inovasi.
Mereka pasti kalah dan itu benar-benar terjadi di Kotim. Beberapa warung sembako sudah mulai tutup, pasar PPM Sampit mulai mengeluh.”
Begitulah persepsi ketika Bankir bertemu pengusaha UMKM yg dulu satu sekolah. Demikian ungkap Zam’an mantan wartawan yang kini sukses bergelut di bidang bisnis. ( Ruslan AG ).