Sampit, Koranpelita.com.
Komplek Patung Ikon Jelawat dekat Pelabuhan Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur ( Kotim) Provinsi Kalteng, yang dibangun di era Bupati Kotim H.Supian Hadi, S.Kom periode pertama memimpin daerah ini tahun 2010-2015, terkesan proyek destinasi wisata buatan yang disinyalir merupakan selera kekuasaan.
Tersebab, selain lokasinya dekat Pelabuhan Sampit yang dianggap mengganggu Pelayaran terutama kapal yang ingin singgah ke Pelabuhan Sampit.
Disini juga dianggap bukan lokasi yang refresentatif sebagai destinasi wisata karena keterbatasan lahan termasuk untuk parkir.
Selain itu Ikan Jelawat dijadikan sebuah Ikon Kota Sampit juga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sebab Ikan itu banyak ditemukan di Kabupaten Seruyan pemekaran dari Kotim selain pemekaran Kabupaten Katingan.
Puluhan miliaran lebih untuk membangun kawasan destinasi wisata buatan ini termasuk pertokoan di komplek Patung Ikon Jelawat yang menghadap ke Sungai Mentaya di Kota Sampit.
Bahkan saat rampungnya pembangunan komplek Patung Ikon Jelawat disini , telah digelar lomba makan ikan Jelawat terbanyak memecahkan semacam rekor MURI.
Dermaga Patung Ikon Jelawat yang menjorok ke Sungai Mentaya di samping Pelabuhan Sampit pernah tersenggol kapal penumpang dan barang yang ingin bersandar di Pelabuhan Sampit. Akibatnya dermaga Patung Ikon Jelawat mengalami kerusakan, dan pihak penabrakpun harus melakukan ganti rugi.
Praktisi pelayaran ketika itu di media lokal mengatakan, dermaga Patung Ikon Jelawat mengganggu pelayaran dan sebaiknya dipindah.
Tetapi Pemkab Kotim tetap ngotot mempertahankan keberadaan lokasi Patung Ikon Jelawat disitu.
Diduga terjadi disharmonisasi antara Pelabuhan Sampit yang sejak zaman Belanda sudah ada dengan Komplek Patung Ikon Jelawat. Te tapi tak banyak yang berkomentar.
Disinyalir, Proyek Patung Ikon Jelawat merupakan ambisi kekuasaan yang membuat banyak orang enggan untuk bicara.
Padahal ada yang berpendapat, oke Kota Sampit memiliki Patung Ikon Jelawat tetapi pilihlah lokasi yang refresentarif dan lahan yang cukup untuk pengembangan obyek wisata buatan itu.
Semisal, membangunnya di Kecamatan Seranau dekat lokasi ucapan selamat datang ke Kota Sampit atau tempat lainnya , yang lebih prospektif akan sebuah destinasi wisata buatan.
Atau karena sudah terlanjur dibangun destinasi buatan itu , maka bagaimana mengemas dan mengelolanya , supaya meningkatkan pendapatan dan berdampak multi efek player atas keberadaan Patung Ikon Jelawat di Sampit.
Tentu saja yang terbaik adalah melakukan sebuah perencanaan yang matang, dan kajian tehnis untuk mendapatkan hasil optimal yang tidak hanya berdasarkan selera kekuasaan.
Wakil Ketua DPRD Kotim H.Supriadi, MT, S. Sos dari Partai Golkar mengatakan,dia waktu itu tidak menyetujui pembangunan Patung Ikon Jelawat yang ada sekarang.
Lalu ada rencana Pemkab Kotim ingin mengembangkan komplek Patung Ikon Jelawat proyek multiyears jilid II, dengan penambahan dermaga dan membuat aquarium besar tempat banyak ikan sebagai daya tarik wisata buatan disini. Namun tidak mendapat persetujuan dewan.
Sementara itu Humas Kantor Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan ( KSOP ) kelas tiga Sampit Oktav Sukma Burnama mengatakan, jika mengacu ruang gerak kapal , dermaga Patung Ikon Jelawat yang bersebelahan dengan Pelabuhan Sampit mengganggu pelayaran.
Sebab dermaganya lebih maju ke Sungai Mentaya dibandingkan Pelabuhan Sampit.Sementara pergerakan kapal tidak hanya bergantung pada mesin tapi juga faktor alam seperti arus sungai yang sangat kuat.(Ruslan AG ).