Jakarta, Koranpelita.com
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan, pihaknya sangat serius menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di sejumlah provinsi. Berbagai skema penyelesaian, sesuai peraturan perundangan juga telah dijalankan.
Diungkapkan Menteri Siti, Kamis (13/6/2019) di Jakarta, bahwa laporan konlfik penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang masuk ke KLHK 320 kasus, 45 kasus diantaranya telah diselesaikan dengan mediasi dan telah mencapai kesepakatan dalam bentuk kerjasama sebanyak 39 kasus.
Sementara 131 sedang dianalisis dan dalam proses penyelesaian, dan 105 kasus berkas atau dokumennya belum lengkap. “Berdasarkan data yang ada, jumlah kasus terbanyak dari Sumatera yaitu 201 kasus dan dari Kalimantan 47 serta 43 kasus dari Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Siti menjelaskan, dalam konteks LHK, penyelesaian konflik tenurial dalam kawasan hutan sudah ada skema-skema penyelesaiannya, yaitu melalui penyelesaian yang diatur dengan PP ataupun Peraturan Menteri.
Pengaturan itu melalui beberapa cara, pertama perubahan batas kawasan hutan sesuai PP 44 tahun 2004 dan Permen LHK Nomor P.44 tahun 2012. Kedua, dengan cara perubahan batas kawasan hutan melalui pelepasan kawasan hutan/TORA).
Ketaiga, melalui tukar menukar kawasan hutan, resettlement dan Perhutanan Sosial sesuai Perpres Nomor 88 tahun 2018 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH).
Penyelesaian lain juga dilakukan melalui Permen Perekonomian Nomor 3 Tahun 2018 tentang pedoman pelaksanaan tugas Tim Inventarisasi dan Verifikasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan dan Permen LHK Nomor P.17 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan dan Perubahan Batas Kawasan Hutan untuk sumber Tora.
Penyelesaian juga dilakukan dengan program Perhutanan Sosial sesuai PP Nomor 6 tahun 2007, Permen LHK Nomor P.83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial dan Permen LHK Nomor 39 tentang Perhutanan Sosial di wilayah kerja Perhutani.
Selain itu dapat dilakukan dengan cara pemberian Izin Penggunaan Kawasan/Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pemukiman non komersil (tidak termasuk di areal Hutan Konservasi).
Mekanisme pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan harus tidak melanggar ketentuan UU 41/1999 dan UU 18/2013. Pemberian IPPKH tidak termasuk di areal hutan konservasi diatur dalam Permen LHK No. P.27/Menlhk/Setjen/ Kum.1/7/2018 Jo
Semua penyelesaian konflik agraria dan proses yang masih berlangsung untuk dituntaskan, dilaporkan Menteri Siti Nurbaya pada Rapat Tingkat Menteri di Kantor KSP tentang Penyelesaian Konflik Agraria pada tanggal 12 Juni 2019.
Diungkapkan Siti, sebagai pengantar dilaporan adanya konflik sebanyak 666 kasus, mencakup areal seluas 1.457.084 hektar dan 176.132 KK. Dijelaskan, penyelesaian konflik di dalam dan diluar kawasan hutan melibatkan instansi pemerintah, BUMN dan swasta.
Dari 666 kasus tersebut tercatat 353 kasus perkebunan, 179 kasus kehutanan, 43 berkenaan dengan pembangunan konstruksi bangunan dan 37 infrastruktur, transmigrasi dan lainnya. Berdasarkan kelengkapan informasi dan perkiraan prosedur maka diproyeksikan 167 kasus akan dapat diselesaikan dalam jangka pendek.
Posisi Reforma Agraria
Lalu, di mana posisi Reforma Agraria? Menteri Siti menjelaskan, dalam kawasan hutan redistribusi lahan berasal dari dua kelompok sumber lahan, yaitu sumber lahan hutan yang sudah dihuni atau sudah menjadi garapan atau wilayah transmigrasi.
Ini telah diproses dengan Perpres 88 Tahun 2017 serta telah diselesaikan, diolah bersama pemerintah daerah dan untuk di distribusikan dengan peran pemerintah daerah baik provinsi maupun Kabupaten. Ini sudah dilaksanakan seperti di Sijunjung Sumatera Barat.
Progresnya telah mencapai 820.113 hektar yang diteliti tim inventarisasi dan verifikasi yang dipimpin oleh Kemenko Perekonomian. Sumber lain yang dapat diberikan sebagai lahan dari hutan untuk diredistribusikan adalah kawasan hutan yang dapat dikonversi dan dinilai sudah tidak produktif yang diperkirakan merupakan potensi konflik.
Dijelaskan Siti Nurbaya, dalam Reforma Agraria dari kawasan hutan, yang penting sebetulnya hal-hal berkenaan dengan rencana usaha hutan yang meliputi, identitas pemohon selaku penanggungjawab dengan daftar subyek penerima Tora yang dilengkapi dengan Nomor Induk Kependudukan dan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP). (kh)