Jakarta , Koranpelita.com
Terselesaikannya sejumlah proyek infrastruktur menjadi salah satu penyebab peringkat daya saing Indonesia naik sefcara signifikan.
Lembaga riset yang berbasis di Swiss, IMD World Competitiveness Center, daya saing Indonesia berda pada level 32. Sebelumnya berada di peringkat 43. Penyumbang kenaikan ini diantaranya bidang kinerja ekonomi, efisiensi birokrasi, efisiensi bisnis, dan infrastruktur.
“Meskipun demikian masih dibawah Malaysia (peringkat 22) dan Thailand (peringkat 25). Apabila stok infrastruktur kita stagnan maka daya tarik investasi kita akan kalah dibandingkan negara tetangga,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
Pembangunan infrastruktur, lanjutnya, menjadi pilihan logis dan strategis semata-mata untuk meningkatkan daya saing Indonesia sekaligus untuk mengejar ketertinggalan.
Terlebih Indonesia sempat mengalami krisis ekonomi yang berdampak pada penundaan dan penghentian pembangunan dan pemeliharan infrastruktur. Oleh karenanya sejak tahun 2015 pemerintah mengalihkan belanja subsidi menjadi belanja produktif berupa pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
Namun demikian dampak kebijakan pembangunan infrastruktur tidak serta merta dapat dirasakan dalam jangka pendek. “Untuk itu kita banyak membangun infrastruktur di Papua, Papua Barat, NTT dan kawasan perbatasan,” ujarnya.
Menurutnya, daya saing yang baik diperlukan untuk menarik investasi baik dari dalam maupun luar negeri.
“Infrastruktur yang kurang memadai akan membuat produk Indonesia sulit bersaing. Rendahnya konektivitas yang mengakibatkan biaya logistik kita lebih mahal daripada Malaysia, Singapura atau bahkan Filipina,” jelasnya.
Mengenai pembiayaan menjadi tantangan pemerintah meskipun anggaran infrastruktur di Kementerian PUPR cukup besar dengan rata-rata diatas Rp 100 triliun. Tetapi belum memenuhi kebutuhan. Dalam lima tahun (2015-2019) total anggaran Kementerian PUPR sebesar Rp548,4 triliun yang terbagi tahun 2015 sebesar Rp119,6 triliun, tahun 2016 sebesar Rp98,1 triliun, tahun 2017 sebesar Ro 106,3 triliun, tahun 2018 sebesar Rp113,7 triliun dan tahun 2019 sebesar Rp110,7 triliun.
Maka pekerjaan infrastruktur seperti jalan tol dilakukan melalui investasi badan usaha. ( oto )