Cianjur, Koranpelita.com
Digiring ketiang gantungan disaksikan banyak orang. Djamarun naik ketiang gantungan untuk menjalani eksekusi. Setelah dinyatakan bersalah Djamarun dengan pasrah mejalani eksekusi dihukum gantung. Seketika nyawanya lepas. Puluhan pasang mata yang menyaksikan peristiwa itu, menitikan air mata.
Seketika itu pula rakyat yang berjejer di pinggir Alun-àlun menyaksikan hukuman gantung mencium semerbak harum bunga. Rakyat menduga bau harum bunga berasal dari tubuh Djamarun yang menggelantung kaku tak bernyawa.
Peristiwa itu, diingat sepanjang masa. Dari tengah-tengah masyarakat lahirlah nyanyian dalam bahasa Sunda “Djamarun paeh digantung. Digantung di Alun-alun dsb”.
Itulah pwristiwa masa lalu yang mewarnai keberadaan Alun-alun Cianjur, Jawa Barat. Apakah peristiwa itu, fiktip atau nyata, masih perlu penelitiàn.
Tetapi yang jelas sekarang ini, Alun-alun yang berada di depan Masjid Agung, Kaum Kota Cianjur itu, menjadi ikon Cianjur. Setiap hari didatangi pengunjung dari sekian banyak.destinasi wisata di daerah ini.
Alun-alun Cianjur dibangun dengan biaya Rp37 miliar. Boleh jadi jadi kebanggaan Pemkab dan masyarakat, walaupun miskin apa yang hendak dijual. (mans)