Zainal Bintang
Zainal Bintang

Opini Zainal Bintang: Bawaslu Vs KPU

SEBULAN kurang sehari usainya pencoblosan hajat Pemilu serentak 17 April 2019, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) memutuskan KPU (Komisi Pemilihan Umum) bersalah dalam dua hal sekaligus: melanggar tata cara input data Situng dan melanggar administrasi penyelenggara quick count.

Keputusan penting itu diambil dalam persidangan di kantor Bawaslu RI, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2019). Beritanya yang menggegerkan itu bertaburan di media mainstream maupun media sosial.

Langkah tegas Bawaslu menegur secara terbuka pelanggaran yang dilakukan KPU diapresiasi publik. Independesnsi Bawaslu terpuji. Sebaliknya publik mempertanyakan profesionalitas KPU termasuk kredibilitas dan integritasnya. Kasus teguran itu membuat KPU mengalami delegitimasi secara santun.

Secara psikologis, kedua efek dari pelanggaran KPU telah mengganggu kestabilan dan keseimbangan emosi publik. Buah kedua pelanggaran itu telah menyajikan produk sensitif ke tengah publik: seolah-olah salah satu paslon telah memenangi kontestasi pemilihan presiden versi quick count.

Verbalisasi kekeliruan yang keliru tafsir itu menjadi pengungkit tinggi-tinggi konflik antara dua kubu kontestan yang memang tataran pertarungannya – bahkan di dalam kadar antara hidup atau mati,- adalah pada selisih hasil pemungutan suara paska pencoblosan.

Efek samping kekeliruan komisioner KPU telah kadung merusak keseimbangan emosional masyarakat di tataran akar runput. Secara psikologis yang merasa dimenangkan berada di atas angin. Sebaliknya bagi paslon yang lain itu adalah pendzoliman yang sadis.

Kekeliruan KPU itu tak pelak lagi melahirkan anggapan miring tengah masyarakat. Mereka menilai itu adalah “kejahatan” moralitas yang sulit dimaafkan. Kalaupun dimaafkan toh hal itu tetap tidak bisa mereposisi kondisi psikologis yang telah dirusaknya. Merusak keseimbangan politik di ranah publik.

Ibarat kebakaran meskipun api sudah dipadamkan tetapi yang terbakar sudah terlanjur hangus. Publik mempertanyakan kualitas priofesional komisioner KPU yang dinilai sangat rendah. Karenanya, mereka dianggap tidak pantas menjadi pemandu keadilan bangsa.

Tidak mengherankan, manakala kubu publik pendukung 02 bersimpati kepada kubu Paslon 02 di tengah badai publikasi quick count yang masif.

Mereka mempertontonkan keteguhan pada pilihan. Sangat boleh jadi  sejak awal mereka meyakini ada yang tidak beres di balik pengumuman hasil pemungutan suara lewat quick count. Pada akhirnya jawaban atas semua tanda tanya panjang diperoleh melalui hasil sidang majelis hakim Bawaslu: terbongkarnya secara formal kekeliruan KPU.

Perintah Bawaslu agar KPU memperbaiki kekeliruan itu tidak cukup menjadi obat penenang masyarakat. Yang merisaukan kita: Apakah publik masih percaya komisioner KPU?.

Dengan kredibilitas yang terkoyak KPU bagaikan sedang tersesat di jalan yang terang.

(Penulis wartawan senior dan pemerhati masalah sosial budaya)

 

About djo

Check Also

PNS Kodiklatal Surabaya Gelar Aksi Donor Darah dalam Rangka HUT KORPRI ke-53 Tahun 2024

Surabaya, koranpelita.com Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke-53 Tahun 2024, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca