Mulai hari ini, selama Ramadhan Koranpelita.com menampilkan sosok masjid bersejarah di tanah air. Kami suguhkan mulai dari arsitekturnya, peranannya dalam dakwah Islamiyyah dan visinya dalam membangun umat. Semoga bermanfaat.
Khilafah Islamiyyah di tanah Jawa, Demak Bintoro mewariskan bangunan fenomenal yakni Masjid Agung Demak.
Bangunannya tampak gagah dan berwibawa. Keberadaannya sebagai cikal bakal dan model pengembangan masjid di Nusantara, termasuk masjid yang dibangun Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila (YAMP).
Masjid Agung Demak menjadi monumen hidup penyebaran Islam di Nusantara. Wali sanga sebagai penyebar ajaran Islam bersama-sama masyarakat muslim ketika itu bahu membahu membangun masjid. Sultan Demak dan Sunan Kalijaga memimpin pembangunan sehingga memungkinkan pekerjaan berlangsung sesuai rencana.
Musyawarah para ahli pembangunan bertepatan dengan Jumat Legi 1428 di Gelagah Wangi, Demak, Jawa Tengah. Pembagian pekerjaan berlangsung dan masing-masing wali melaksanakan tugas memimpin pembuatan bagian-bagian masjid.
Soko Guru yang menjadi tiang utama penyangga masjid dikerjakan para wali. Empat wali memimpin pembuatan soko guru yang monumental. Sunan Kalijaga memimpin pembuatan soko guru (tiang utama) di bagian timur laut, Sunan Bonang membuat soko guru di bagian barat laut, Sunan Ampel membuat soko guru dibagian tenggara dan Sunan Gunung Jati membuat soko guru di sebelah barat daya. Soko guru yang dibuat Sunan Kalijaga memiliki cerita tersendiri di masyarakat, konon soko guru yang tingginya tiga meter itu dengan garis tengah 1.45 meter tidak sama panjang sehingga membutuhkan sambungan.
Sunan Kalijaga yang bertanggungjawab membuat soko guru di timur laut menyusun sisa-sisa kayu yang diikat menjadi satu sepanjang kekurangannya agar keempat soko guru menjadi sama panjang. Soko guru
yang dikenal sebagai soko tatal menjadi Legenda di masyarakat hingga sekarang. Menurut penelitian bagian dalam dari soko tatal seperti juga ketiga soko yang lain.
Masjid Agung Demak Luas keseluruhannya berukuran 31 x 31 meter persegi, serambi berukuran 31 x 15 meter dengan panjang keliling 35 x 35 meter dengan panjang keliling 35 x 2,35 meter, tatak rambat ukuran 25 x 3 meter dan ruang bedug berukuran 3,5 x 2,5 meter. Keseluruhan bangunan ditopang 128 tiang, empat diantaranya soko guru yang menjadi penyangga utama bangunan masjid. Jumlah tiang (soko) penyangga masjid 50 buah, sebanyak 28 penyangga serambi dan 34 tiang penyangga tatak rambat, sedang tiang keliling sebanyak 16 buah.
Masjid Agung Demak yang berdiri di tengah kota menghadapkan alun-alun luas, diyakini masyarakat muslim sebagai pusat kegiatan kemasyarakatan dan keumatan. Berdasarkan pola pembangunan kota-kota di Jawa yang diawali dari Dinasti Demak Bintoro, menjadi satu kesatuan antara masjid, Kraton dan sarana-sarana pendukungnya termasuk alun-alun di bagian tengah. Atas dasar itu diperkirakan bekas kraton Demak Bintoro kira-kira di sebelah selatan tidak jauh dari kawasan alun-alun dan Masjid Agung Demak sekarang.
Bangunan masjid yang berdiri sekitar tahun 1428, banyak mengalami perbaikan dan pemugaran. Pembangunan kembali terakhir kalinya berlangsung tahun 1987 dengan bantuan dana dari Anggaran Belanja Negara. Ketika itu pembangunan kembali menghabiskan biaya senilai Rp688 juta. Bantuan juga datang dari negara-negara anggota Konferensi Islam (OKI) termasuk Saudi Arabia dan negara-negara di jazirah Arabia, termasukTurki, Malaysia dan Brunei Darussalam. OKI mengakui keberadaan Masjid Agung Demak sebagai monumen bagi masyarakat muslim yang memiliki arsitektur khas sesuai dengan dinamika jamannya.
Masjid Agung Demak memiliki arsitektur khas masyarakat muslim nusantara, membedakan dengan umumnya bangunan masjid di jazirah Arabia yang menggunakan kubah. Masjid Agung demak menggunakan atap bersusun tinggi berbentuk segitiga sama kami, konon setiap bagian mengandung makna yang tersirat dari bentuk-bentuk yang terwujud.
Atap bersusun tiga menjadi perlambang bagi setiap orang yang beriman dimulai dari tingkat mukmin, muslim dan muhsin atau iman, Islam dan ihsan. Demikian halnya dengan lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dan bagian lain, diharapkan mengingatkan setiap manusia akan adanya rukun Islam yang lima yakni Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji. Sedang enam jendelanya melambangkan rukun iman yakni percaya
kepada Allah SWT, percaya pada Rosul-rosulNya, Percaya pada kitab-kitabNya, percaya pada malaikat, percaya akan datangnya kiamat dan Qodho dan Qodhar.
Demikian halnya dengan kolam air yang menghubungkan bagian luar dan masjid, selain diharapkan sebagai sarana untuk mensucikan diri, juga mengandung sejumlah perlambang agar masyarakat selalu membersihkan diri dari berbagai kotoran yang menempel pada diri dan hati. Bentuk bangunan atap yang bersusun-susun hanya dikenal dikepulauan Nusantara, bentuk atap bersusun dapat ditemukan diseluruh pelosok Tanah Air mulai dari Aceh hingga Maluku. Bentuk bangunan yang berbeda dengan umumnya bangunan masjid di banyak negara, segera diikuti bentuk-bentuk masjid kontemporer yang tidak menggunakan kubah sebagai cirinya. Masjid Salman Kampus ITB – Bandung yang lebih banyak memanfaatkan bentuk garis menjadi presentase pengembangan bentuk yang berbeda dengan kubah.