Banjarmasin, Koranpelita.com
Adanya rencana Badan Ahli DPR RI mengkaji kembali relevansi peran alat kelengkapan dewan (AKD) maupun kesetaraan DPRD terhadap Pemerintah Daerah disikapi beragam sejumlah wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Selatan (Kalsel).
Pasalnya, selama ini masih dirasakan adanya kekurang- optimalan khususnya dalam hal koordinasi yang menyangkut kinerja penting antar AKD diinternal lembaga tersebut.
Salahsatu contoh tersebut, yaitu saat BP Perda memerlukan dukungan untuk mensosialisasikan peraturan daerah (perda) yang terbentuk kepada 13 kabupaten/ kota tentu memerlukan penjadwalan oleh badan musyawarah (Banmus) dan anggaran oleh badan anggaran (Banggar). Namun karena hal diatas tidak dimasukan dalam tata tertib (tatib) dewan sehingga membuat kendala tersendiri.
“ Optimalisasi AKD perlu perbaikan, terutama dalam hal kordinasi antar AKD,” ujar Sekretaris Komisi IV DPRD Kalsel, HM Lutfi Saifuddin, dihubungi Minggu (5/5/2019).
Menurut dia, selama ini belum pernah ada kordinasi yg dilaksanakan, karena memang tidak diatur dalam tatib.
Komisi lanjut dia, tentu perlu menyampaikan aspirasi yang masuk dan memerlukan dukungan badan anggaran.
Karena itu, tatib seharusnya memuat ketentuan terkait kerjasama antar alat kelengkapan dewan.
Begitu pula terkait ‘kesetaraan’, anggota Banggar DPRD Kalsel ini juga menegaskan, sebagai mitra pemerintahan yang sejajar, peran DPRD harus sama kuat dengan eksekutif. Sebab, jika lemah hanya akan menimbulkan kesan diktatorial dalam pemerintahan daerah oleh eksekutif.
“ Ya betul dan perlu ada perbaikan atau bila perlu dimasukkan dalam tata tertib DPRD Kalsel,” kata politisi Partai Gerinda itu.
Berbeda, Sekretaris Komisi III DPRD Kalsel, H Riswandi, mengaku terobosan yang akan dilakukan badan ahli DPR RI dalam penyusunan draff undang-undang DPRD yang baru ini dinilai sangat bagus. Terlebih tim mau turun langsung kebawah, menghimpun masukan dari sumber-sumber yang berkempentingan secara luas, sehingga ketika undang-undang yang ditetapkan dapat lebih realisti dan akurat.
Terkait peran kesetaraan, politisi PKS ini menyebutkan, lebih dulu harus dipahami dalam konteks ketatanegaran yangmana sesuai UUD dan UU Nomor 23 tahun 2014, bahwa pemerintahan daerah tersebut, yaitu pemerintah daerah (eksekutif) dan DPRD (legislatif).
Namun karena lingkupnya tergolong satu-kesatuan dalam satu rumah.
Berbeda dengan pemerintahan ditingkat pusat yang memiliki pola trias politika yang dapat melaksanakan fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Sedang DPRD posisinya menyatu dalam satu rumah dengan pemerintah daerah.
“ Karenanya dipastikan, tidak akan ada peran oposisi terhadap pemerintah daerah, karena mereka berada dibawah satu rumah dan hanya berbeda kamar saja. Sedang DPR itu mereka beda rumah,” beber Riswandi mengibaratkan.
Sedang Ketua DPRD Kalsel, H Burhanuddin, dikontak sejak siang, melalui pesan whatsapp, belum membalas termasuk sejumlah Ketua Fraksi lainnya.
Seperti berita sebelumnya, Tim Peneliti Badan Keahlian Sekjen DPR RI, kini tengah turun kesejumlah daerah termasuk di Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk malakukan penelitian serta mengkaji kembali peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap pemerintah daerah (pemda)
Selain AKD, penelitian yang dilakukan juga difokuskan pada hal mendasar yaitu, posisi ‘sejajar’ atas ‘pemerintah daerah’ apakah masih relevan diberlakukan hingga kini.
Tim berjumah empat orang dipimpin Drs Prayudi M.Si mengaku sudah meminta masukan ke sejumlah stakeholder serta sumber lain. Dari itu mereka pun mengidentifikasi baberapa hal yang menjadi permasalahan dalam optimalisasi dan peran DPRD selama ini. (ipik)