Tahun 50-60 an Monas pernah kebanjiran
Tahun 50-60 an Monas pernah kebanjiran

Banjir di Jakarta Sejak Zaman Kerajaan Tarumanegara

Sejak dahulu kala namanya Jakarta sudah kebanjiran. Seorang Gubernur Jenderal bertangan besi bernama Jaan Pieterszoon Coen kemudian memindahkan pusat kekuasaan kongsi dagang ke sebuah daerah di wilayah barat Pulau Jawa. Kota tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Batavia, yang kini menjadi Jakarta, ibu kota dari negara kita Indonesia.

 

AWALNYA kongsi dagang Belanda VOC memilih Ambon sebagai pusat kekuasaannya. Alasannya sederhana. Lokasi Ambon berada di jantung kepulauan rempah, Maluku. Maluku oleh bangsa barat dikenal sebagai The Spicy Island, surga rempah karena komoditas cengkeh dan pala yang sangat kaya di kepulauan tersebut.

Namun seorang Gubernur Jenderal bertangan besi bernama Jaan Pieterszoon Coen kemudian memindahkan pusat kekuasaan kongsi dagang ke sebuah daerah di wilayah barat Pulau Jawa. Kota tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Batavia, yang kini menjadi Jakarta, ibu kota dari negara kita Indonesia.

Mengutip dari buku Batavia Kota Banjir, karangan dari jurnalis ternama Alwi Shahab dan buku Jakarta: Sejarah 400 Tahun karya Susan Blackburn, berikut ini sedikit cerita menarik untuk diketahui tentang persoalan banjir di ibu kota Jakarta pada masa kolonialisme Belanda.

Seorang staf kantor penerangan Amerika Serikat di Jakarta, pernah menulis tentang persoalan banjir di Jakarta. Ia menyalahkan pendiri kota Batavia, Jaan Pieterzoon Coen yang memilih tempat dataran rendah sebagai pusat kekuasaan.

“Coen telah mendirikan kota di atas rawa-rawa, andaikata ia memilih tempat lain yang lebih tinggi setidaknya persoalan bajir dapat dikurangi dan tidak memusingkan pemimpin selanjutnya.” Begitu, tulis staf kantor penerangan tersebut.

Pada masa kekuasaan Raja Purnawarman, sang raja pernah memerintahkan untuk melakukan penggalian terhadap Kali Chandrabagha (Sekarang Bekasi) dan Kali Gomati (Sekarang Tangerang)  sepanjang 12 km untuk mengatasi persoalan banjir. Peristiwa ini tercatat dalam Prasasti Tugu di Jakarta Utara yang kini disimpan dalam Museum Sejarah Jakarta.

Ketika itu, wilayah Jakarta saat ini merupakan bagian dari kerajaan Tarumanegara. Catatan dari Prasasti itu setidaknya menunjukan bahwa Jakarta sudah mengalami persoalan banjir sejak 15 abad yang lalu.

Hampir seluruh Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkududukan di Batavia pernah merasa dipusingkan oleh persoalan banjir di wilayah pusat pemerintahannya itu.

Akan tetapi sejak Gubernur Jenderal yang pertama berkedudukan di wilayah itu mulai dari JP Coen, hingga yang terakhir AWL Tjarda van Starkenborgh Stachoewer tidak pernah berhasil mengatasi persoalan banjir di Batavia.

Menurut Alwi Shahab, dari ke-66 Gubernur Jenderal yang pernah berkuasa, semuanya merasa tidak pernah bersalah atas persoalan banjir di Batavia. Lantas, salah siapa ya?

Menurut penelusuran Alwi Shahab, Batavia pernah mengalami banjir terdahsyat pada tahun 1872. Ketika itu, sluisbrug (Pintu air) di depan Istiqlal sekarang, jebol. Kali Ciliwung meluap dan merendam pertokoan serta hotel di Jl. Gajah Mada dan Hayam Wuruk.

Tidak hanya itu, kawasan Harmoni, Rijswik (Jalan Veteran), dan Noordwijk (Jalan Juanda) juga mengalami kelumpuhan sehingga tidak dapat beroperasi dan dilalui kendaraan. Hal ini sangat memusingkan Gubernur Jenderal yang berkuasa saat itu.

Sadar jika Batavia merupakan dataran rendah yang kerap kali dihadapkan dengan persoalan banjir, pada tahun 1895 pemerintah kolonial Belanda mencoba merancang grand design untuk menanggulangi persoalan banjir.

Grand design ini meliputi pembangunan di daerah hulu kawasan Puncak hingga hilir daerah estauria Jakarta Utara.

Pemerintah kolonial Belanda sadar jika Batavia memang daerahnya berawa-rawa dan banyak memiliki situ. Untuk itu untuk menanggulangi persoalan banjir di kota ini perlu adanya sinergisitas dengan wilayah di sekitar Jakarta.

Barangkali, sedikit pelajaran yang bisa kita ambil dari sejarah panjang banjir pada masa penjajahan Belanda adalah perlu adanya sinergi antar kepala daerah untuk mengatasi persoalan banjir di Jakarta.

Karena bagaimanapun, pembangunan vila, hotel, atau pemukiman di kawasan Puncak, Bogor dan sekitarnya, secara tidak langsung pasti akan berakibat juga terhadap keadaan Jakarta.

Sanggupkah kiranya para kepala daerah kita mengatasi persoalan banjir di ibu kota kita tercinta ini?.  Belum tentu selama Jakarta dikelilingi waduk besar dari Jawa Barat. (IDTimes/esa)

About djo

Check Also

PNS Kodiklatal Surabaya Gelar Aksi Donor Darah dalam Rangka HUT KORPRI ke-53 Tahun 2024

Surabaya, koranpelita.com Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke-53 Tahun 2024, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca