Jakarta, Koranpelita.com
Komisi II DPR sepakat mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) dalam menyelesaikan peleburan Badan Pengelola (BP) Batam kepada Pemerintah Kota Batam.
Demikian salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR dengan Obligasi Ritel Indonesia, Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Batam, terkait kawasan otorita Batam, di ruang rapat Komisi II DPR, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (12/3).
“Komisi II DPR RI sepakat mengusulkan pembentukan panitia khusus (Pansus) DPR RI dalam menyelesaikan masalah Batam ini,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron yang membacakan kesimpulan RDPU tersebut.
Komisi II kata politisi Partai Demokrat itu, memahami konflik atau prokontra yang terjadi terkait peleburan BP Batam ke Pemerintah Kota Batam. Karena itu, perlu segera menetapkan kebijakan dan regulasi yang mendorong tumbuh dan berkembangnya ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam kesimpulan RDPU itu, Komisi II DPR berpandangan, rencana menunjuk Walikota Batam sebagai ex officio BP Batam tidak sesuai peraturan perundangan-undangan, dan mendesak pemerintah mengkaji ulang perubahan status Batam dari Free Trade Zone ((FTZ) atau wilayah perdagangan bebas menjadi Kawasan Ekonomi Khsus (KEK).
“Pemerintah perlu meninjau ulang perubahan status itu selama tidak memberikan dampak langsung kepada usaha kecil menengah dan masyarakat Batam khususnya dan Kepulauan Riau pada umumnya,” teghas Herman.
Sementara anggota DPR RI Firman Subagyo menilai, ada sekenario besar dalam peleburan BP Batam dengan menjadikan Walikota Batam sebagai ex officio Kepala BP Batam. “Saya menilai ada sekenario besar di balik ini,” ujar dia.
Salah satu kecurigaan Firman adalah supaya Batam tidak berkembang dan tidak bisa bersaing dengan Singapura. Saya melihat, inilah sekenario besar di balik itu semua,” ujar politisi Partai Golkar itu.
Semua anggota Komisi II DPR yang hadir dalam pertemuan tersebut menyatakan tidak setuju Kepala BP Batam secara ex officio dipegang oleh Walikota Batam karena melabrak undang undang.
“Selain ada kepentingan politik di dalamnya, ada beberapa undang undang yang dilanggar dalam penujukkan Walikota Batam sebagai ex officio Kepala BP Batam ini. Meski Walikota Batam itu dari Golkar, saya tetap tidak setuju,” tegas Firman.
Belum jelas
Hingga kini, penunjukkan Walikota Batam HM Rudi sebagai ex officio Kepala BP Batam belum jelas. Rudi mengaku belum mendapat kabar akan dilantik. “Sejak keputusan itu keluar belum ada kabar. Kalau Allah mengizinkan mungkin bulan depan saya dilantik,” ujar Rudi beberapa waktu lalu.
Rudi meluruskan beberapa kesalahan yang terjadi mengenai dirinya yang dituduh melanggar aturan, karena rangkap jabatan. Menurtu dia, tudingan itu terjadi karena ada pihak yang salah mengartikan makna UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Pada pasal 76 ayat 1 poin h berbunyi, kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rudi menjelaskan posisi ex officio Kepala BP Batam itu bukan merupakan pejabat Negara, sehingga rangkap jabatan itu tidak menyalahi UU. “Jadi jelas yang disebut pejabat negara itu seperti presiden dan wakil presiden, gubernur, walikota serta bupati dan wakil bupati, tidak termasuk di situ Kepala BP Batam,” ungkapnya.
Dia juga nenekankan. dirinya sama sekali tidak haus kekuasaan. Menurut dia, yang penting itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat. Diberbagai kesempatan bertemu presiden, ia menyampaikan kondisi masyarakat Batam yang masih menyewa lahan. “Saya minta tolong agar itu dapat direalisasikan, berikan hak sebagai seorang warga Negara,” kata dia.
Dengan demikian peralihan status “free trade zone” (FTZ) nenjadi kawasan ekonomi khusus (KEK) menurut dia merupakan jalan keluar. “Ini untuk anak dan cucu kita yang berkelanjutan. Semua harus jelas bersatu karena Batam milik ita,” kata dia. (hk/kh)